Friday, September 30, 2016

Dialog: Bahasa Bisu Tokyo



 
momen momen yang bisu bukan berarti mati
mereka hidup bernafas menghirup sunyi
dari sela sela sempit kerumunan miskin kata kata
bercakap cakap dalam bahasa yang tidak pernah kita kuasai
berbisik pada frekuensi yang tidak dapat kita dengar
 
seperti perihal tangan-tangan kanan yang lunglai
memelas halus pada barisan gagang genggaman
untuk dipangkul diam diam
pasalnya tidak enakan dengan tangan-tangan kiri
yang masih lembur terjuntai menggenggam tas hitam
berisi penuh arsip arsip mimpi
yang belum sempat ditiduri tadi malam
 
bangku kosong di antara dua orang asing yang menolak untuk diduduki
congkak sendiri di bawah redup lampu gerbong kereta malam
yang mulai sayup menahan kantuk
berharap sampai stasiun berikut bisa turut ikut seduh kopi hangat barang kondektur
 
Namun apa boleh dikata
yamanote tidak punya jalur keluar
bagi jejeran gerbong-gerbong malam tanpa cerita
bisu memutari Tokyo yang malam ini
lemburnya larut sekali

Monday, September 5, 2016

A Hate Letter to Summer

 


 
Night after night
 
trying to distinguish your inseparable fragrance of spices and prayers
 
only to ended up with a bitter after taste of canned alcohol

 
Night after night
 
Forcing the night to set its alarm earlier than cheap labor's wake up call
 
As if night owls need more than fourteen hours of nap

 
Night after night
 
You treat myself equal to your overpriced food stalls

in most of your overcrowded night festivals

 
After all those nights of made up folklore and false tale
 
you say goodbye earlier than before
 
along with your recollection of myths
 
that once again
 
fail to become true